Assalamualaikum Wr. Wb.
Melanjutkan
postingan saya sebelumnya yang menceritakan bagaimana pusingnya memesan tiket,
hostel dll, kali ini saya mau bercerita tentang perjalanan saya 7 malam – 7 hari
di negeri orang ini. Berbekal uang yang cukup (saya membawa uang sekitar 2 juta
rupiah dalam bentuk ringgit, dan 2 juta rupiah dalam bentuk Singapore Dollar,
tapi tenang saya hanya memakai kurang dari setengahnya), tiket-tiket online
yang telah di print sebelumnya (pesawat, hostel, tiket USS), paspor, dan
barang-barang survival di sana seperti dalaman dan lainnya, saya bertolak ke
Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Buat AirAsia semua keberangkatan setau saya
menggunakan terminal 3 ini. Kalau naik bus Damri biasanya sampai setelah
terminal 1 dan 2. Bentuk terminal 3 ini cukup berbeda dan futuristik disbanding
2 terminal di Soekarno-Hatta lainnya.
Oke lanjut
check in di dalam (kalau sudah biasa naik pesawat udah lincah lah ya). Oiya
jangan lupa siapkan uang 150 ribu rupiah untuk airport tax buat perjalanan ke
luar negeri. Nanti diberikan pada saat check in. Setelah beres check in
langsung tunggu di gate yang sudah disebutkan oleh petugas airasianya tadi.
Pintu keberangkatan ada di lantai 2 bangunan ini. Nanti di atas ada 2 jalur,
sebelah kiri jalur luar negeri, sebelah kanan jalur dalam negeri. Di jalur luar
negeri nanti langsung diperiksa sama petugas imigrasinya, trus hand luggagenya
di cek. Saya beruntung berhasil lolos bawa air lebih dr 100 mL padahal ini
dilarang (jangan ditiru). Akhirnya berangkatlah saya ke Kuala Lumpur.
Hari – 1, KL:
Chow Kit
Di Malaysia
saya disuguhkan pemandangan hutan sawit. Sepanjang jalan ketemunya hutan sawit,
perumahan-perumahan pinggir jalan sulit ditemukan (tampak dari pesawat). Saya
tiba di KLIA tapi di LCCT (AirAsia dan penerbangan murah lainnya melalui
terminal ini. Ada beberapa moda
transportasi yang bisa digunakan untuk sampai KL (KL Sentral umumnya). Saya
ambil perjalanan yang paling murah, naik AeroBus seharga 8 RM (Ringgit
Malaysia). Turun dari bus saya langsung merasa lost..
Saya
diturunkan di semacam basement suatu gedung. Yang saya tahu pasti, ini namanya
KL Sentral (bukan KLCC) dan saya mau ke Chow Kit (hostel saya) dengan
menggunakan monorel. Setelah loading beberapa saat saya menemukan papan tulisan
untuk ke monorel. Ternyata stesen (maap ngikut gaya melayu) monorel di KL
Sentral ini letaknya cukup ngumpet di dekat ruko-ruko. Sampai di tempat
pembayaran saya loading lagi. Saya bayarnya gimana? Maklum orang kampung belom
pernah naik monorel.
Nah
ternyata untuk bepergian dengan public transport di KL ini ada beberapa jenis.
Jenis 1:
Monorel (Rute: KL Sentral – Titiwangsa)
Jenis 2:
LRT (ada 3 line)
Jenis 3:
KTM Komuter (KRLnya Jakarta lah)
Jenis 4:
Bas (saya tidak pakai ini)
Biasanya 3
jenis transport ini akan ter-semi-integrated-kan di beberapa stesen. Berikut
petanya secara lengkap:
Peta Lengkap Public Transport KL (wikimapia)
Untuk 2
jenis awal dan jenis 4 dari public transport di atas itu dikelola oleh RapidKL
dan jenis 3 oleh KTM. Yang dikelola oleh RapidKL bisa menggunakan kartu yang
bisa diisi ulang ataupun token. Saya pilih token saja, karena nggak ribet
sepertinya. Cara belinya ada 2, via mas-mbak yang di konter tiap stesen atau
yang lebih gaul lewat vending machine. Karena saya masih katrok waktu pertama
kali dateng saya beli lah di mas-masnya pake bahasa Indonesia. Setelah bayar
(tentunya) saya diberikan token tersebut.
Token RapidKL
Trus klo
udah punya token cara masuknya gmana? Nih saya kenalin sama mesin horror
pertama saya setelah sampe KL.
Mesin Masuk RapidKL
Narsis sebelah Monorel
Ternyata caranya
gampang, tinggal tempel tokennya di mesin, nanti pintunya buka, naik monorel
(LRT juga sama), trus tokennya disumbangin ke yang berwajib (mesin horror)
setelah keluar stesen. Buat perjalanan selanjutnya saya tidak perlu ke mas-mbaknya
lagi karena udah gaul pake vending machine yang ada tiap stesen.
Akhirnya
sampai lah saya di daerah ChowKit. Hal pertama yang saya pikirkan di daerah ini
ada 1, ini pasti daerah yang banyak orang Indonya. Dan tebakan saya tepat.
Sekali tanya sama orang di sini ngakunya orang jawa timur, mau beli nasi goreng
yang jual nawarin pake bahasa jawa, beli nasi campur yang jualan malah dari
medan. Menurut saya daerah ini cukup Hommy lah buat traveler dari Indonesia.
Oke, singkat cerita setelah nyasar gara2 nggak ngikutin penjelasan dari
hostelnya, kami check in di hostel yang telah saya pesan sebelumnya. Setelah
mandi-mandi dan istirahat sejenak kami beranjak keluar untuk cari udara malam
KL.
Kongkow dekat hostel
Kami
jalan-jalan di sekitar hostel, banyak tukang jualan di depan hostel saya tapi
ya macem-macem pasar tanah abang yang kena gusur itu lah. Tapi lumayan bersih
kok. Saya saranin kalo masih di KL mau beli snack dan kawan-kawan beli aja di toko
kelontong, karena kalau di 7Ele*en jatuhnya lebih mahal. Setelah mengagumi
indahnya KL tower dan Twin tower di malam hari dari dekat hostel kami pun
kembali ke hostel dan beristirahat dengan nyaman.
Hari – 2, KL
: Batu Caves, KLCC (Twin Tower), KL Tower
“Di balik dengkul yang kuat terdapat jiwa traveller yang hebat.” – Pambudi, 2013
NB:
kebanyakan jalur yang saya gunakan mengandalkan dengkul yang kuat.
Perbedaan
waktu antara KL dan WIB adalah 1 jam dimana KL 1 jam lebih dahulu (Walaupun
tidak banyak berpengaruh pada saya).
Saya bangun
pagi dan siap buat lanjut jalan-jalan dengan destinasi pertama saya adalah Batu
Caves. Untuk mencapai Batu Caves dari Chow Kit bisa menggunakan KTM Komuter
maupun Bas. Saya menggunakan Komuter karena beberapa literatur menganjurkan
untuk menggunakannya.
Masalah pun
datang, dari Chow Kit ke Putra Stesen (Stesen Komuter) cukup jauh. Kalo mbah
gugel map bilangnya 2 KM dari Hostel saya. Berbekal dengkul yang masih sehat
kami berangkat ke stesen Putra. Yah, sekitar 15 menit jalan kaki sudah sampai.
Setelah beli tiket buat ke Batu Caves kami naik komuter tersebut. Kami kira Batu
Caves masih jauh dari Stesen Batu Caves, ternyata patung-patung dan tebing gamping
pun sudah menyambut kami setelah kami keluar stesen.
Batu Caves
ini merupakan salah satu tempat peribadatan umat Hindu (India banyaknya) dimana
tempat ini merupakan gua yang cukup besar (Saya kira bacanya menggunakan bahasa
Indonesia, Batu Caves. Ternyata harusnya Batu Keifs, menggunakan bahasa gaul
melayu-inggris)
Berikut
foto-fotonya:
Pada kenal kan ini siapa?
Yap, tangganya lumayan tinggi..
Masuk
tempat ini gratis kok, modalnya cuma 1, DENGKUL. Yap, dengkul. Liat tangga
sebelah patung emas itu? Karena buat masuk kesana harus naik tangga berjumlah
224. Yah, sehat lah pagi-pagi naik tangga. Di dalam kami disuguhkan
terompet-terompet khas India yang kayak di filem-filem Hollywood, eh Bollywood.
Kayak di India banget lah rasanya.
Ini
foto-foto dalemnya:
Dalam Batu Caves
Pura Utama di Batu Caves
Lanjut
perjalanan ke KLCC. Menurut teh Gugel Maps, kami harus naik Komuter lagi dari
Batu Caves sampai KL Sentral terus lanjut ke KLCC naik LRT. Oke, challenge
accepted. Naiklah kami ke Komuter trus turun di KL Sentral. Pertama liat, kok
KL Sentralnya terlihat beda dengan sewaktu kami turun bas dr LCCT? Lebih futuristik
bukan basement-basement entah apa kayak kemarin. Ternyata setelah ditelusuri,
kami kemarin itu di tempat turun bas dan kalau ke monorel tidak lewat tempat yang
gaul gini. Setelah ngegalau bentar di sini kami lanjut naik LRT ke KLCC.
Lobby KL Sentral
Stesen LRT
di KLCC terletak di bawah agak samping dari twin tower. Yap, dekat sekali! Kami
isenglah lewat mal Suria yang sering diomongin orang. Ternyata biasa aja,
macem-macem Taman Anggrek dan semacamnya. Setembusnya dari Mal Suria, kami tiba
di taman KLCC.
WOW!!!
Kami
disambut oleh taman keren KLCC dengan hiasan kolam yang ada air menari-nari dan
pemandangan di atas kami langsung twin tower. Karena panas kami berteduh di
taman tersebut dan menikmati siang dengan menggalau melihat Twin Tower dari
dekat.
Depan Twin Tower
Tempat buang anak
Setelah
agak bosan dengan twin tower kami bertolak ke KL Tower, kalau dari Twin Tower
sih terlihat dekat. Ternyata, itu hanya ilusi belaka. Dengan bermodal kaki dan
disinari matahari yang terik kami bernyasar-nyasar hingga sampai di KL Tower.
KL Tower ini tempatnya agak berbukit (jadi biar ada efek kayak pake sepatu hak
mungkin). Sampailah kami di kaki KL Tower. Karena kami bertekad menekan dompet
kami supaya jarang keluar, kami tidak naik ke atas. Dan menikmati indahnya KL
Tower saat itu. Dengan dengkul yang agak cenut-cenut kami pulang ke Chow Kit.
Stesen terdekat dari sini ialah Bukit Nanas, tapi karena kami setelah melihat
relnya monorel sudah kegirangan, kami telusurilah relnya sampai stesen Raja
Chulan.
KL Tower
Sesampainya
di hostel keadaan tubuh sudah agak menurun akibat kecapekan. Angin ribut pun
mulai merasuk raga ini, berbekal Tola* Angi* saya coba melawan angin ini.
Hari – 3 ,
KL: Masjid Jamek – Dataran Merdeka dan sekitarnya – Masjid Negara – Bird Park
& Orchid Park
Ternyata
benar, tubuh saya sudah diserang angin ribut. Dengan jiwa traveler yang kuat,
saya tahan serangan ini.
Perjalanan
selanjutnya ialah menuju Masjid Jamek. Oiya, hari saya melakukan perjalanan ini
adalah hari jumat. Dan saya sengaja buat supaya saya bisa Jumatan di antara
Masjid Jamek atau Masjid Negara.
Teh Gugel Maps bilang kalo mau ke Masjid Jamek
kami harus naik LRT dari PWTC ke Stesen Masjid Jamek. PWTC – Chow Kit berkisar
1,3 km. Berbekal dengkul lagi, kami jalan ke stesen PWTC dan naik LRT ke Masjid
Jamek. Setelah nyasar-nyasar, dari Stesen kami sampai di Masjid Jamek (ternyata
tepat di sebelah stesennya makanya Masjid Jamek jadi nama Stesennya). Dan kami
harus kecewa karena Masjid Jamek ditutup untuk keperluan Shalat Jumat. Oke,
lanjut perjalanan ke Dataran Merdeka. Masih jalan kaki kami akhirnya sampai di
Dataran Merdeka. Di sekitar sini ada beberapa landmark yang menarik:
1. Tiang Bendera setinggi 100 meter
2. Sultan Abdul Samad Building
3. KL City gallery
4. Historical Museum (saya nggak kesini)
Penjelasan
masing-masing tempat bisa disearch di gugel lah ya.
Sudah mau
Jumatan kami bertolak ke Masjid Negara, sekitar jalan 15 menit dari dataran
merdeka. Disana kami disuguhi pasar jumat, macem di Salman lah tapi lebih
besar. Ternyata saat saya shalat disini ada tamu dari Brunei Darussalam dan
Perdana Menteri Malaysia (saya tidak melihat langsung tapi hawa-hawanya seperti
itu). Overall, masjid ini tidak lebih besar dari Istiqlal tetapi arsitekturnya
cukup menarik.
Masjid Negara
Lanjut
perjalanan ke Bird Park dan Orchid Park. Bagi yang tidak terlalu suka kedua hal
tersebut saya sarankan tidak kesana karena kalau jalan cukup jauh dan menanjak.
Tapi worth to try..
Dari Masjid
Negara bisa lanjut ke Bird Park melewati jalan sepi yang agak menanjak di
sebelah masjid. Ikuti saja petunjuk arah yang ada, kalau bingung juga bisa
pakai kompas mulut.
Karena saya
tidak jadi masuk Bird park karena bayar, maka saya hanya masuk di Orchid Park.
Orchid Park
Dari Orchid
Park kami kembali ke arah Masjid dan menemui miniature Stonehenge. Foto-foto
dulu buat koleksi. :D
Sekembalinya
ke Masjid Negara, bisa langsung naik Komuter untuk kembali ke Chow Kit via
Putra Stesen.
Sebelum
pulang ke Hostel saya menemui warung penjual Roti Canai. Semencobanya saya
langsung jatuh hati. Disini tidak hanya ada Roti canai tetapi berbagai macam
variannya seperti Roti Telur (canai kasih telur), Sardin dan sebagainya. Kami
langsung berpikir, mantap nih warung buat sarapan besok.
Roti Telur
Sepulang
hostel dengan membeli amunisi untuk meredakan angin ribut saya melakukan
berbagai upaya yang diperlukan (kerokan, red.) dan minum obat cina serta berdoa
supaya anginnya cepat reda.
Amunisi Melawan Angin Ribut
Hari – 4,
KL: China Town/Petaling Street
Setelah
minum berpuluh butir obat cina, saya sudah agak baikan. Seperti yang sudah saya
rencanakan sebelumnya, kami sarapan di warung “andalan” kami. Saya makan roti
Sardin dan teman saya makan roti Telur Bawang. Kalau kata Pak Bondan Mak Nyoss
lah..
Roti Sardin
Teh Tarik (kalau di Malaysia dan Singapura sebutnya Teh)
Oke hari
ini kami berencana beli oleh2 di Petaling Street di sekitar China Town. Untuk
kesana kami menggunakan Monorel dari Chow Kit dan turun di Stesen Maharajalela.
Setelah agak bingung kemana Petaling Streetnya kami sampai di tempat yang mirip
Pasar Baru Jakarta. Jalannya mirip sekali, bedanya ada penjual makanan Cina
yang mengandung B2.
Saya
merekomendasikan tempat ini untuk dijadikan tempat beli oleh2. Mulai dari kaos
hingga pajangan ada di sini. Pintar-pintar tawar aja kalau di sini. Nggak beda
jauh kayak nawar di Indonesia kok. ;)
Jalan Petaling
Kami tidak
ada kegiatan selanjutnya sebenarnya tapi kami kebetulan ketemu Sri Mahariatman
Temple. Pura-pura India juga, tapi hiasan di atas pintunya yang cukup menarik.
Sri Mahariatman Temple
Kami pun
kembali ke hostel lagi. Lalu malam harinya kami disarankan untuk makan Tom Yam.
Dan rasanya mantap juga! (maaf, karena kelaparan jadi tidak difoto) mala mini pun
jadi malam terakhir dari perjalanan panjang kami di Kuala Lumpur. Terimakasih
Kuala Lumpur atas keramahannya kepada kami.
Perjalanan
ke Singapura akan dilanjutkan ke postingan saya selanjutnya. Karena ternyata
lama juga membuat blog.. -_-
Sumber: